Kamis, 18 Juli 2013
KISAH NABI IDRIS DIANGKAT ALLAH KE LANGIT
Nabi Idris as telah naik ke langit pada hari Senin. Tentang naiknya Nabi Idris ke langit ini telah diberitakan Allah dalam Al-Qur’an pada surah Maryam, ayat 56 dan 57 :
Artinya :
“Dan ceritakanlah (Hai Muhammad kepada mereka kisah) Idris yang tersebut didalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi”
Nama Idris yang sebenarnya adalah Akhnukh, dinamakan Idris karena beliau banyak dan gemar mempelajari (tadarrus) Kitab Allah Ta’ala.
Setiap hari Idris as menjahit gamis (kemeja), setiap kali Idris as memasukkan jarumnya ke kain, beliau mengucapkan tasbih. Bila pekerjaannya telah selesai, lalu kemeja itu diserahkannya kepada si pemesan, tanpa meminta upah. Walaupun begitu, beliau masih sanggup beribadat dengan peribadatan yang sulit untuk digambarkan, sehingga Malaikat Maut, Izro’il as, merasa rindu untuk bertemu dengan Idris as.
Kemudian Malaikat Maut memohon kepada Allah swt agar diizinkan untuk pergi menziarahinya. Dengan menyamar sebagai manusia, malaikat maut itu pergi menjumpai Nabi Idris as. Setelah memberi salam, lalu ia duduk.
Kebiasaan Nabi Idris as adalah berpuasa sepanjang masa. Konon, puasa ini dilarang untuk ummat Nabi Muhammad karena berbagai hal. Puasa selain puasa senin-kamis yang bisa dilaksanakan kaum Muhammad saw adalah puasa Nabi Daud, yaitu berpuasa sehari, berbuka sehari.
Apabila waktu telah tiba untuk berbuka, maka datang satu malaikat membawakan makanan dari Surga untuk Nabi Idris as, lalu Nabi Idris as memakan dari makanan itu dan itu pun berlangsung sepanjang hayat Nabi Idris as.
Kemudian setelah berbuka, Idris as beribadat sepanjang malam. Ketika suatu malam ditengah peribadatannya, Malaikat Maut datang bertamu sambil membawa makanan dari Surga, Nabi Idris as pun memakannya dan berkatalah Nabi Idris kepada Malaikat Maut, “Mari Tuan makan juga bersama-sama saya!” Tetapi Malaikat Maut itu tidak mau makan.
Nabi Idris pun melanjutkan ibadahnya, sedang Malaikat Maut itu duduk menunggu sampai terbitnya matahari. Nabi Idris as merasa heran melihat perihal keadaan tamunya (Malaikat Maut) tersebut, lantas Idris berkata, “wahai Tuan, maukah tuan berjalan-jalan bersama saya untuk melihat-lihat pemandangan?”
Malaikat Maut pun menjawab, “Ya, baiklah!”.
Maka berjalanlah keduanya menyusuri sawah dan ladang, hingga akhirnya, ketika tiba di suatu ladang, Malaikat Maut itu berkata kepada Idris sa, “Wahai Idris, Tuan ijinkanlah saya untuk mengambil tanaman ini buat saya makan?”.
Nabi Idris as menjawab, “Subhanallaah, kenapa kemarin anda tidak mau memakan makanan yang halal bersama saya, sedangkan sekarang Tuan mau memakan makanan yang haram dan bukan menjadi hak Tuan?!”.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan. Tak terasa empat hari telah berlalu. Selama itu Nabi Idris as mendapatkan beberapa tingkah laku aneh terhadap diri teman seperjalanannya itu, yang menyalahi sifat-sifat manusia pada umumnya. Karena itu Nabi Idris as lalu menanyakan, “siapakah Tuan ini sebenarnya?”.
Malaikat Maut itu pun menjawab, “Saya adalah Izro’il, saya adalah Malaikat Maut”.
Idris as bertanya pula, “Tuankah yang mencabut semua nyawa makhluk?”
Izro’il as menjawab, “Ya”.
Idris as bertanya lagi, “Tuan ada bersama saya selama empat hari, apakah Tuan juga telah mencabut nyawa seseorang?”.
Jawab Izro’il, “Ya, selama empat hari ini banyak sekali nyawa yang telah saya cabut. Roh makhluk itu ibarat hidangan dihadapan saya, saya ambil roh itu laksana seseorang mengambil suapan-suapan makanan”.
Nabi Idris bertanya, “Wahai Malakul Maut, Tuan datang untuk menziarahi saya atau untuk mencabut nyawa saya?”.
Izro’il pun menjawab, “Saya datang untuk menziarahi anda dengan seijin Allah Ta’ala”.
Nabi Idris berkata, “Wahai Malakul Maut, saya ada permintaan kepada Tuan, yaitu agar Tuan mencabut nyawa saya, kemudian Tuan mohonkan kepada Allah agar Ia menghidupkan saya kembali, supaya saya dapat menyembah Allah setelah saya merasakan kedahsyatan Sakaratul Maut tersebut!”.
Malaikat Maut itu pun menjawab, “Saya tidaklah mencabut nyawa seseorang pun, melainkan hanya dengan seijin Allah Ta’ala”.
Lalu Allah swt mewahyukan kepada Izro’il as untuk segera mencabut nyawa Idris as. Maka dicabutnyalah nyawa Idris as seketika itu juga. Nabi Idris pun wafat pada saat itu juga.
Ketika Malaikat Maut melihat kematian Nabi Idris itu, maka menangislah ia dan dengan mengiba-iba memohon kepada Allah supaya Allah menghidupkan kembali sahabatnya itu.
Allah mengabulkan permohonannya dan Nabi Idris pun dihidupkan-Nya kembali.
Kemudian Malaikat Maut itu memeluk Nabi Idris, seraya bertanya, “Wahai saudaraku, bagaimanakah Tuan merasakan kesakitan maut itu?”.
Nabi Idris as menjawab, “Kesakitan maut itu bagaikan seekor binatang apabila dikuliti dalam keadaan hidup, maka sakitnya maut itu seribu kali lebih sakit daripada hal itu”.
Malaikat Maut berkata, “Padahal kelembutan yang saya lakukan ketika mencabut nyawa Tuan, belum pernah saya lakukan terhadap siapa pun sebelum Tuan”.
Kemudian Nabi Idris berkata pula, “Ya Malakul Maut, saya mempunyai permintaan yang lain kepada Tuan, yaitu, saya ingin sekali melihat Neraka, supaya saya dapat beribadat kepada Allah Ta’ala lebih banyak lagi setelah saya menyaksikan kedahsyatan Neraka itu”.
Maka menjawablah Malaikat Maut, “Bagaimana saya dapat pergi ke Neraka tanpa seijin dari Allah swt?!”
Lalu Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut itu agar ia membawa Nabi Idris as ke dalam Neraka. Maka pergilah keduanya ke Neraka.
Di Neraka, Nabi Idris as dapat melihat semua yang diciptakan Allah buat menyiksa musuh-musuh-Nya, seperti ; rantai-rantai, belenggu-belenggu, begitu pula ular-ular, kala, api, timah mendidih, pohon berduri, air panas yang mendidih dan lain sebagainya.
Setelah puas melihat-lihat, kemudian mereka meninggalkan Neraka menuju bumi kembali.
Kemudian Nabi Idris berkata lagi kepada Malaikat Maut, “Wahai Malakul Maut, saya mempunyai hajat lainnya, yaitu, agar Tuan membawa saya untuk melihat-lihat dan masuk ke dalam Surga, hingga saya dapat menyaksikan apa-apa yang telah disediakan Allah bagi kekasih-kekasih-Nya dan setelah itu saya pun dapat meningkatkan peribadatan saya kepada-Nya”.
Maka Malaikat Maut berkata, “bagaimana saya dapat membawa Tuan memasuki Surga, tanpa perintah dari Allah swt?!”
Lantas Allah pun memerintahkan kepada Malaikat Maut itu supaya membawa Nabi Idris as pergi menuju Surga.
Kemudian pergilah mereka berdua, hingga tiba di muka pintu Surga, mereka berhenti disana.
Dari situ Nabi Idris as dapat memandang ke dalam Surga. Tampak olehnya segala macam kenikmatan yang disediakan Allah bagi para awliya’-Nya, seperti buah-buahan, pohon-pohonan, sungai-sungai dan lain sebagainya. Lalu Idris as berkata, “Wahai saudaraku, Malakul Maut, saya telah merasakan pahitnya Maut, dan saya telah melihat kedahsyatan api Neraka, maka maukah Tuan memohonkan kepada Allah agar Ia mengijinkan saya memasuki Surga untuk dapat meminum airnya guna menghilangkan rasa sakit dari Maut dan kedahsyatan api Neraka?”.
Maka Malaikat Maut pun memohonkan permintaan Nabi Idris as kepada Allah swt, kemudian Allah Ta’ala mengijinkan kepada Nabi Idris as melalui Malaikat Maut, untuk memasuki Surga barang sejenak dan agar keluar lagi dari Surga tersebut.
Kemudian Nabi Idris pun masuk kedalam Surga. Idris as meletakkan sandalnya dibawah salah satu pepohonan Surga, kemudian menuju suatu mata air untuk meminum airnya, kemudian Idris as tidak lama kemudian keluar dari Surga tersebut.
Setelah Idris as berada diluar Surga, ia berkata kepada Malaikat Maut, “Wahai Malakul Maut, saya telah meninggalkan sandal saya di dalam Surga!”
Malaikat Maut pun menjawab, “Kembalilah ya Tuanku ke dalam Surga dan ambil kembali sandal Tuan!”.
Maka masuklah Nabi Idris kembali ke dalam Surga, namun Idris as tidak keluar lagi, sehingga Malaikat Maut pun berteriak, “Ya Tuanku Idris, keluarlah anda segera dari Surga itu!!”.
Nabi Idris pun menjawab dari dalam Surga, “Tidak ya Malakul Maut, karena Allah Ta’ala telah berfirman :
Artinya :
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.....”
(QS. Ali Imran : 185)
Idris membela, “sedang saya telah merasakan mati (maut) tersebut.
Dan Allah berfirman :
Artinya :
“Dan tidak ada seorang pun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu”.
(QS. Maryam : 71)
Idris membela lagi, “dan saya pun telah mendatangi Neraka.
Allah berfirman :
Artinya :
“.....Dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya”.
(QS. Al-Hijr : 48)
Idris pun membela lagi, “sekali-kali saya tidak akan dikeluarkan daripadanya, yaitu Surga ini”.
Maka Allah lalu memberi wahyu kepada Malaikat Maut, “biarkanlah Idris, karena Aku telah menetapkan di Azali, bahwa Idris akan bertempat tinggal di dalam Surga-Ku”.
Dan Allah menceritakan tentang kisah Nabi Idris ini kepada Rasulullah saw dengan firman-Nya :
Artinya :
“Dan ceritakanlah (Hai Muhammad kepada mereka kisah) Idris yang tersebut didalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi”
(QS. Maryam : 56-57).
Sumber : As Sab’iyyaatu fil Mawaa’idhil Barriyyaat karya Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdurrahmaan Al Hamdaany
Artinya :
“Dan ceritakanlah (Hai Muhammad kepada mereka kisah) Idris yang tersebut didalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi”
Nama Idris yang sebenarnya adalah Akhnukh, dinamakan Idris karena beliau banyak dan gemar mempelajari (tadarrus) Kitab Allah Ta’ala.
Setiap hari Idris as menjahit gamis (kemeja), setiap kali Idris as memasukkan jarumnya ke kain, beliau mengucapkan tasbih. Bila pekerjaannya telah selesai, lalu kemeja itu diserahkannya kepada si pemesan, tanpa meminta upah. Walaupun begitu, beliau masih sanggup beribadat dengan peribadatan yang sulit untuk digambarkan, sehingga Malaikat Maut, Izro’il as, merasa rindu untuk bertemu dengan Idris as.
Kemudian Malaikat Maut memohon kepada Allah swt agar diizinkan untuk pergi menziarahinya. Dengan menyamar sebagai manusia, malaikat maut itu pergi menjumpai Nabi Idris as. Setelah memberi salam, lalu ia duduk.
Kebiasaan Nabi Idris as adalah berpuasa sepanjang masa. Konon, puasa ini dilarang untuk ummat Nabi Muhammad karena berbagai hal. Puasa selain puasa senin-kamis yang bisa dilaksanakan kaum Muhammad saw adalah puasa Nabi Daud, yaitu berpuasa sehari, berbuka sehari.
Apabila waktu telah tiba untuk berbuka, maka datang satu malaikat membawakan makanan dari Surga untuk Nabi Idris as, lalu Nabi Idris as memakan dari makanan itu dan itu pun berlangsung sepanjang hayat Nabi Idris as.
Kemudian setelah berbuka, Idris as beribadat sepanjang malam. Ketika suatu malam ditengah peribadatannya, Malaikat Maut datang bertamu sambil membawa makanan dari Surga, Nabi Idris as pun memakannya dan berkatalah Nabi Idris kepada Malaikat Maut, “Mari Tuan makan juga bersama-sama saya!” Tetapi Malaikat Maut itu tidak mau makan.
Nabi Idris pun melanjutkan ibadahnya, sedang Malaikat Maut itu duduk menunggu sampai terbitnya matahari. Nabi Idris as merasa heran melihat perihal keadaan tamunya (Malaikat Maut) tersebut, lantas Idris berkata, “wahai Tuan, maukah tuan berjalan-jalan bersama saya untuk melihat-lihat pemandangan?”
Malaikat Maut pun menjawab, “Ya, baiklah!”.
Maka berjalanlah keduanya menyusuri sawah dan ladang, hingga akhirnya, ketika tiba di suatu ladang, Malaikat Maut itu berkata kepada Idris sa, “Wahai Idris, Tuan ijinkanlah saya untuk mengambil tanaman ini buat saya makan?”.
Nabi Idris as menjawab, “Subhanallaah, kenapa kemarin anda tidak mau memakan makanan yang halal bersama saya, sedangkan sekarang Tuan mau memakan makanan yang haram dan bukan menjadi hak Tuan?!”.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan. Tak terasa empat hari telah berlalu. Selama itu Nabi Idris as mendapatkan beberapa tingkah laku aneh terhadap diri teman seperjalanannya itu, yang menyalahi sifat-sifat manusia pada umumnya. Karena itu Nabi Idris as lalu menanyakan, “siapakah Tuan ini sebenarnya?”.
Malaikat Maut itu pun menjawab, “Saya adalah Izro’il, saya adalah Malaikat Maut”.
Idris as bertanya pula, “Tuankah yang mencabut semua nyawa makhluk?”
Izro’il as menjawab, “Ya”.
Idris as bertanya lagi, “Tuan ada bersama saya selama empat hari, apakah Tuan juga telah mencabut nyawa seseorang?”.
Jawab Izro’il, “Ya, selama empat hari ini banyak sekali nyawa yang telah saya cabut. Roh makhluk itu ibarat hidangan dihadapan saya, saya ambil roh itu laksana seseorang mengambil suapan-suapan makanan”.
Nabi Idris bertanya, “Wahai Malakul Maut, Tuan datang untuk menziarahi saya atau untuk mencabut nyawa saya?”.
Izro’il pun menjawab, “Saya datang untuk menziarahi anda dengan seijin Allah Ta’ala”.
Nabi Idris berkata, “Wahai Malakul Maut, saya ada permintaan kepada Tuan, yaitu agar Tuan mencabut nyawa saya, kemudian Tuan mohonkan kepada Allah agar Ia menghidupkan saya kembali, supaya saya dapat menyembah Allah setelah saya merasakan kedahsyatan Sakaratul Maut tersebut!”.
Malaikat Maut itu pun menjawab, “Saya tidaklah mencabut nyawa seseorang pun, melainkan hanya dengan seijin Allah Ta’ala”.
Lalu Allah swt mewahyukan kepada Izro’il as untuk segera mencabut nyawa Idris as. Maka dicabutnyalah nyawa Idris as seketika itu juga. Nabi Idris pun wafat pada saat itu juga.
Ketika Malaikat Maut melihat kematian Nabi Idris itu, maka menangislah ia dan dengan mengiba-iba memohon kepada Allah supaya Allah menghidupkan kembali sahabatnya itu.
Allah mengabulkan permohonannya dan Nabi Idris pun dihidupkan-Nya kembali.
Kemudian Malaikat Maut itu memeluk Nabi Idris, seraya bertanya, “Wahai saudaraku, bagaimanakah Tuan merasakan kesakitan maut itu?”.
Nabi Idris as menjawab, “Kesakitan maut itu bagaikan seekor binatang apabila dikuliti dalam keadaan hidup, maka sakitnya maut itu seribu kali lebih sakit daripada hal itu”.
Malaikat Maut berkata, “Padahal kelembutan yang saya lakukan ketika mencabut nyawa Tuan, belum pernah saya lakukan terhadap siapa pun sebelum Tuan”.
Kemudian Nabi Idris berkata pula, “Ya Malakul Maut, saya mempunyai permintaan yang lain kepada Tuan, yaitu, saya ingin sekali melihat Neraka, supaya saya dapat beribadat kepada Allah Ta’ala lebih banyak lagi setelah saya menyaksikan kedahsyatan Neraka itu”.
Maka menjawablah Malaikat Maut, “Bagaimana saya dapat pergi ke Neraka tanpa seijin dari Allah swt?!”
Lalu Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut itu agar ia membawa Nabi Idris as ke dalam Neraka. Maka pergilah keduanya ke Neraka.
Di Neraka, Nabi Idris as dapat melihat semua yang diciptakan Allah buat menyiksa musuh-musuh-Nya, seperti ; rantai-rantai, belenggu-belenggu, begitu pula ular-ular, kala, api, timah mendidih, pohon berduri, air panas yang mendidih dan lain sebagainya.
Setelah puas melihat-lihat, kemudian mereka meninggalkan Neraka menuju bumi kembali.
Kemudian Nabi Idris berkata lagi kepada Malaikat Maut, “Wahai Malakul Maut, saya mempunyai hajat lainnya, yaitu, agar Tuan membawa saya untuk melihat-lihat dan masuk ke dalam Surga, hingga saya dapat menyaksikan apa-apa yang telah disediakan Allah bagi kekasih-kekasih-Nya dan setelah itu saya pun dapat meningkatkan peribadatan saya kepada-Nya”.
Maka Malaikat Maut berkata, “bagaimana saya dapat membawa Tuan memasuki Surga, tanpa perintah dari Allah swt?!”
Lantas Allah pun memerintahkan kepada Malaikat Maut itu supaya membawa Nabi Idris as pergi menuju Surga.
Kemudian pergilah mereka berdua, hingga tiba di muka pintu Surga, mereka berhenti disana.
Dari situ Nabi Idris as dapat memandang ke dalam Surga. Tampak olehnya segala macam kenikmatan yang disediakan Allah bagi para awliya’-Nya, seperti buah-buahan, pohon-pohonan, sungai-sungai dan lain sebagainya. Lalu Idris as berkata, “Wahai saudaraku, Malakul Maut, saya telah merasakan pahitnya Maut, dan saya telah melihat kedahsyatan api Neraka, maka maukah Tuan memohonkan kepada Allah agar Ia mengijinkan saya memasuki Surga untuk dapat meminum airnya guna menghilangkan rasa sakit dari Maut dan kedahsyatan api Neraka?”.
Maka Malaikat Maut pun memohonkan permintaan Nabi Idris as kepada Allah swt, kemudian Allah Ta’ala mengijinkan kepada Nabi Idris as melalui Malaikat Maut, untuk memasuki Surga barang sejenak dan agar keluar lagi dari Surga tersebut.
Kemudian Nabi Idris pun masuk kedalam Surga. Idris as meletakkan sandalnya dibawah salah satu pepohonan Surga, kemudian menuju suatu mata air untuk meminum airnya, kemudian Idris as tidak lama kemudian keluar dari Surga tersebut.
Setelah Idris as berada diluar Surga, ia berkata kepada Malaikat Maut, “Wahai Malakul Maut, saya telah meninggalkan sandal saya di dalam Surga!”
Malaikat Maut pun menjawab, “Kembalilah ya Tuanku ke dalam Surga dan ambil kembali sandal Tuan!”.
Maka masuklah Nabi Idris kembali ke dalam Surga, namun Idris as tidak keluar lagi, sehingga Malaikat Maut pun berteriak, “Ya Tuanku Idris, keluarlah anda segera dari Surga itu!!”.
Nabi Idris pun menjawab dari dalam Surga, “Tidak ya Malakul Maut, karena Allah Ta’ala telah berfirman :
Artinya :
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.....”
(QS. Ali Imran : 185)
Idris membela, “sedang saya telah merasakan mati (maut) tersebut.
Dan Allah berfirman :
Artinya :
“Dan tidak ada seorang pun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu”.
(QS. Maryam : 71)
Idris membela lagi, “dan saya pun telah mendatangi Neraka.
Allah berfirman :
Artinya :
“.....Dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya”.
(QS. Al-Hijr : 48)
Idris pun membela lagi, “sekali-kali saya tidak akan dikeluarkan daripadanya, yaitu Surga ini”.
Maka Allah lalu memberi wahyu kepada Malaikat Maut, “biarkanlah Idris, karena Aku telah menetapkan di Azali, bahwa Idris akan bertempat tinggal di dalam Surga-Ku”.
Dan Allah menceritakan tentang kisah Nabi Idris ini kepada Rasulullah saw dengan firman-Nya :
Artinya :
“Dan ceritakanlah (Hai Muhammad kepada mereka kisah) Idris yang tersebut didalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi”
(QS. Maryam : 56-57).
Sumber : As Sab’iyyaatu fil Mawaa’idhil Barriyyaat karya Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdurrahmaan Al Hamdaany
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
kisah2 yang menyentuh hati mas, semoga keimanan kita bertambah dan selalu mengingat Allah SWT.
BalasHapussemoga orang muslim yang mengaku muslim dengan membaca ini menjadi tahu harus kemana dia berjalan.
BalasHapuskisah2 teladan seperti ini bisa menjadi cermin bagi kehidupan kita...
BalasHapusInilah lika liku kehidupan manusia pilihan Allah SWT....sedangkan bagaimana kita, manusia yang masih banyak melakukan kesalahan,,,masih mau bersombong, congkak, takabur, riya' dll
BalasHapusmasyaAllah, begitulah diperlakukannya kekasih Allah yang mulia
BalasHapus