Jumat, 23 April 2010
ACENG, Sang Gitaris Tanpa Tangan, Semangat Hidup dan Prestasi
Petikan gitar mengiri lirik lagu milik grup band Peterpan yang dinyanyikan sejumlah remaja di komplek Pasar Wonokriyo Gombong, Kebumen. Keindahan bunyi yang dikeluarkan memang tak sesempurna musisi yang membawakannya. Namun melihat bagaimana cara memainkannya, dentingan gitar itu menjadi luar biasa.
Petikan gitar itu dimaikan Aceng (35). Bukan dengan tangan melainkan oleh kedua kaki. Ia duduk di atas kursi, sedangkan gitarnya berada di bawahnya. Jari-jari kaki kanannya lincah memetik dawai gitar, saat yang sama jari-jari kaki kiri cekatan memainkan cord.
Ya, lahir tanpa kedua tangan adalah takdir yang tidak bisa ditolak oleh laki-laki yang bernama asli Albert Doni Setyawan itu. Mengarungi kerasnya kehidupannya, laki-laki asal Desa Watumalang Kecamatan Winoroto, Wonosobo itu hanya bertumpu pada kedua kakinya Kendati dalam keterbatasan fisik kelahiran 12 Desember 1973 itu tidak menyerah untuk terus berusaha membahagiakan keluarganya.
"Tuhan sudah menggariskan demikian. Ia memberikan rejeki melalui kaki saya," ujar Aceng dalam perbicangan ringan dengan Suara Merdeka.
Bahkan dengan kedua kakinya itu, Aceng mampu melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan semua orang normal. Lihat saja, selain bisa memainkan gitar, bapak satu anak itu jago memainkan keyboard dan drumb dengan kedua kakinya. Tidak cukup sampai disitu, dia juga bisa mengemudikan mobil dan naik motor.
Dengan keahliannya itu, namanya pun sudah tercatat dalam buku Museum Rekor Indonesia (Muri) pada tahun 1994. Ia juga pernah tampil di sejumlah acara televisi seperti di Gong Show, Dorce Sow, Good Morning semuanya di Indosiar. Acara Unik di RCTI, Busyet Trans 7 dan Alamak di Indosiar juga pernah menampilkan kebolehan aksi Aceng serta diundang pada acara Bukan Empat Mata di Trans 7.
Berbekal keahliannya itu, ia kini beroleh penghasilan. Satu cita-citanya, yakni ingin membahagiakan Suka Eka Putra (3) anaknya dan Irawati istrinya yang ia cintai. Istri yang menerima keterbatasan dirinya dan gigih memberi dukungan menjadikan tekad itu terus membara.
Namun demikian, semangat hidup itu tidak serta merta muncul dengan sendirinya. Sebagai manusia biasa ia pun pernah mengalami masa-masa putus asa dengan kenyataan bahwa dia berbeda dengan orang lain. Malu, minder, tidak percaya diri, rendah diri, dan hilang harapan pernah ia rasakan.
"Harapan itu pernah musnah saat saya kelas dua SMP," katanya mengenang masa lalu.
Dari kisahnya, saat masih kecil segala kebutuhan Aceng dibantu orang tuanya seperti makan masih disuapi. Tetapi saat umurnya bertambah ia bertekad ingin mandiri. Ia sadar tidak akan bisa seterusnya bergantung dengan orang lain. Ia harus mengandalkan diri sendiri.
Maka, meski menyadang predikat difabel (cacat fisik tanpa kedua tangan), sejak TK, SD hingga SMP Aceng belajar di sekolah normal di Wonosobo. Saat teman-temannya menulis dengan tangan, ia belajar menulis dengan kaki. Setelah lulus SMP ia melanjutkan di sekolah khusus difabel di Solo. "Di sekolah itulah sejumlah keterampilan saya dapatkan," imbuhnya .
Perasaan malu, minder, rendah diri, dan putus asa itu kini sudah mulai hilang dari diri Aceng.
Yang ada sekarang ini adalah tekad membahagiakan orang-orang yang menyayangi dan ia cintai. Bersama rombongannya ia menunjukkan kebolehannya dari kota ke kota.
Sebelum di Gombong, sebelumnya ia telah berada di Muntilan Magelang. Selanjutnya ia dijadwalkan akan pentas di Banyumas dalam acara yang sama. Dalam sebuah tontonan langka aneh tapi nyata, Aceng menjadi salah satu "bintang"nya. "Saya bersyukur masih diberikan kaki untuk mencari rejeki," tandasnya mengakhiri pembicaraan.
Itulah Aceng, salah satu manusia cacat yang diberi keajaiban, ma'unah oleh Yang Maha Memberi Rizki. Dalam keadaan serba kekurangan fisik, dia mampu menguakkan keajaiban yang akhirnya menjadikannya sebagai manusia yang bersyukur.
Artikel dari ondosupriyanto.blogspot.com dan telah sedikit diedit serta image.
Petikan gitar itu dimaikan Aceng (35). Bukan dengan tangan melainkan oleh kedua kaki. Ia duduk di atas kursi, sedangkan gitarnya berada di bawahnya. Jari-jari kaki kanannya lincah memetik dawai gitar, saat yang sama jari-jari kaki kiri cekatan memainkan cord.
Ya, lahir tanpa kedua tangan adalah takdir yang tidak bisa ditolak oleh laki-laki yang bernama asli Albert Doni Setyawan itu. Mengarungi kerasnya kehidupannya, laki-laki asal Desa Watumalang Kecamatan Winoroto, Wonosobo itu hanya bertumpu pada kedua kakinya Kendati dalam keterbatasan fisik kelahiran 12 Desember 1973 itu tidak menyerah untuk terus berusaha membahagiakan keluarganya.
"Tuhan sudah menggariskan demikian. Ia memberikan rejeki melalui kaki saya," ujar Aceng dalam perbicangan ringan dengan Suara Merdeka.
Bahkan dengan kedua kakinya itu, Aceng mampu melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan semua orang normal. Lihat saja, selain bisa memainkan gitar, bapak satu anak itu jago memainkan keyboard dan drumb dengan kedua kakinya. Tidak cukup sampai disitu, dia juga bisa mengemudikan mobil dan naik motor.
Dengan keahliannya itu, namanya pun sudah tercatat dalam buku Museum Rekor Indonesia (Muri) pada tahun 1994. Ia juga pernah tampil di sejumlah acara televisi seperti di Gong Show, Dorce Sow, Good Morning semuanya di Indosiar. Acara Unik di RCTI, Busyet Trans 7 dan Alamak di Indosiar juga pernah menampilkan kebolehan aksi Aceng serta diundang pada acara Bukan Empat Mata di Trans 7.
Berbekal keahliannya itu, ia kini beroleh penghasilan. Satu cita-citanya, yakni ingin membahagiakan Suka Eka Putra (3) anaknya dan Irawati istrinya yang ia cintai. Istri yang menerima keterbatasan dirinya dan gigih memberi dukungan menjadikan tekad itu terus membara.
Namun demikian, semangat hidup itu tidak serta merta muncul dengan sendirinya. Sebagai manusia biasa ia pun pernah mengalami masa-masa putus asa dengan kenyataan bahwa dia berbeda dengan orang lain. Malu, minder, tidak percaya diri, rendah diri, dan hilang harapan pernah ia rasakan.
"Harapan itu pernah musnah saat saya kelas dua SMP," katanya mengenang masa lalu.
Dari kisahnya, saat masih kecil segala kebutuhan Aceng dibantu orang tuanya seperti makan masih disuapi. Tetapi saat umurnya bertambah ia bertekad ingin mandiri. Ia sadar tidak akan bisa seterusnya bergantung dengan orang lain. Ia harus mengandalkan diri sendiri.
Maka, meski menyadang predikat difabel (cacat fisik tanpa kedua tangan), sejak TK, SD hingga SMP Aceng belajar di sekolah normal di Wonosobo. Saat teman-temannya menulis dengan tangan, ia belajar menulis dengan kaki. Setelah lulus SMP ia melanjutkan di sekolah khusus difabel di Solo. "Di sekolah itulah sejumlah keterampilan saya dapatkan," imbuhnya .
Perasaan malu, minder, rendah diri, dan putus asa itu kini sudah mulai hilang dari diri Aceng.
Yang ada sekarang ini adalah tekad membahagiakan orang-orang yang menyayangi dan ia cintai. Bersama rombongannya ia menunjukkan kebolehannya dari kota ke kota.
Sebelum di Gombong, sebelumnya ia telah berada di Muntilan Magelang. Selanjutnya ia dijadwalkan akan pentas di Banyumas dalam acara yang sama. Dalam sebuah tontonan langka aneh tapi nyata, Aceng menjadi salah satu "bintang"nya. "Saya bersyukur masih diberikan kaki untuk mencari rejeki," tandasnya mengakhiri pembicaraan.
Itulah Aceng, salah satu manusia cacat yang diberi keajaiban, ma'unah oleh Yang Maha Memberi Rizki. Dalam keadaan serba kekurangan fisik, dia mampu menguakkan keajaiban yang akhirnya menjadikannya sebagai manusia yang bersyukur.
Artikel dari ondosupriyanto.blogspot.com dan telah sedikit diedit serta image.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
nike shox
BalasHapusjordan shoes
nike sneakers
golden goose
jordan shoes
nike air max 95
louboutin
kd shoes
air max 270
kd 10